
Etnis Mayoritas di Greenland: Identitas Inuit yang Tak Tergabung dengan AS
Greenland, pulau terbesar di dunia, dikenal sebagai wilayah otonom Denmark yang memiliki keunikan budaya tersendiri. Meskipun secara geografis lebih dekat ke Amerika Utara, Greenland tidak bergabung dengan Amerika Serikat dan lebih memilih mempertahankan identitasnya yang kuat. Salah satu aspek terpenting dari identitas ini adalah mayoritas penduduknya yang berasal dari etnis Inuit, yang membentuk sekitar 88% populasi.
Etnis Mayoritas di Greenland : Inuit sebagai Pewaris Budaya Arktik
Etnis Inuit merupakan kelompok pribumi yang telah mendiami Greenland selama ribuan tahun. Mereka memiliki hubungan erat dengan komunitas Inuit lainnya di Kanada, Alaska, dan Rusia. Kehidupan mereka sejak dahulu kala bergantung pada berburu anjing laut, paus, dan ikan sebagai sumber utama makanan dan bahan baku pakaian serta peralatan sehari-hari.
Bahasa utama mereka adalah Kalaallisut, yang menjadi bahasa resmi Greenland. Selain itu, ada beberapa dialek lokal lain yang digunakan di berbagai wilayah pulau ini. Meskipun bahasa Denmark juga diajarkan di sekolah-sekolah, banyak orang Greenland yang lebih memilih menggunakan bahasa ibu mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Sejarah Pengaruh Denmark Etnis Mayoritas di Greenland
Meskipun Greenland dihuni oleh Inuit selama ribuan tahun, bangsa Eropa mulai menaruh perhatian pada pulau ini sejak abad ke-10, ketika bangsa Viking dari Islandia tiba. Namun, hubungan modern dengan Denmark dimulai pada abad ke-18, ketika Denmark secara resmi mengklaim Greenland sebagai wilayah koloninya.
Pada tahun 1953, Greenland menjadi bagian dari Kerajaan Denmark, tetapi statusnya berubah menjadi wilayah otonom pada tahun 1979. Kemudian, referendum pada tahun 2008 semakin memperkuat otonomi Greenland, memberikan lebih banyak hak kepada pemerintah lokal untuk mengatur urusan dalam negerinya, termasuk pengelolaan sumber daya alam.
Mengapa Greenland Tidak Bergabung dengan Amerika Serikat?
Secara geografis, Greenland lebih dekat ke Amerika Utara dibandingkan ke Eropa. Hal ini membuat Amerika Serikat beberapa kali menunjukkan minat untuk menguasai pulau ini. Pada tahun 1946, Presiden AS Harry S. Truman bahkan menawarkan untuk membeli Greenland dari Denmark seharga 100 juta dolar AS, tetapi tawaran ini ditolak.
Greenland lebih memilih mempertahankan hubungan dengan Denmark karena beberapa alasan:
- Dukungan Ekonomi dari Denmark – Denmark masih memberikan subsidi tahunan yang membantu menopang perekonomian Greenland.
- Identitas Budaya yang Berbeda – Penduduk Greenland, terutama etnis Inuit, merasa lebih dekat dengan budaya Arktik dan Skandinavia dibandingkan dengan budaya Amerika.
- Keinginan untuk Kemandirian Penuh – Daripada bergabung dengan AS, Greenland lebih berupaya mencapai kemerdekaan penuh sebagai negara sendiri.
Upaya Greenland Menuju Kemandirian Penuh
Meskipun masih bergantung pada Denmark dalam berbagai aspek ekonomi dan politik, Greenland secara bertahap berusaha mencapai kemandirian penuh. Pengelolaan sumber daya alam seperti minyak, gas, dan perikanan menjadi salah satu langkah utama dalam upaya ini. Selain itu, peningkatan pariwisata dan pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada dana subsidi dari Denmark.
Namun, tantangan besar masih ada, termasuk kondisi lingkungan yang ekstrem dan ekonomi yang masih terbatas. Banyak warga Greenland juga memiliki pandangan berbeda mengenai apakah negara ini benar-benar siap untuk berdiri sendiri tanpa dukungan Denmark.
Kesimpulan
Etnis mayoritas di Greenland adalah Inuit, yang mempertahankan budaya dan bahasa mereka meskipun berada di bawah pengaruh Denmark selama berabad-abad. Berbeda dengan Amerika Serikat, yang pernah mencoba membeli pulau ini, Greenland memilih mempertahankan hubungan dengan Denmark sambil tetap berusaha meningkatkan otonominya.
Meskipun perjalanan menuju kemerdekaan penuh masih panjang, identitas Inuit tetap menjadi elemen utama yang menjaga keunikan Greenland di panggung global.